TERNATE, – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tabea dan Pusat Kajian Pendidikan, Sejarah dan Budaya (Puskasera) Maluku Utara melaksanakan kegiatan launching dan bedah buku.
Launching yang dilaksanakan di Audiotorium Universitas Nahdlatul Ulama Maluku Utara (Unutara) itu menghadirkan dua orang sejarawan Maluku Utara sekaligus akademisi Unkhair yakni Drs. Umar Hi. Rajab dan Drs. Nani Jafar.
Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Maluku Utara (Unutara) Dr. Muhammad Nasir Tamalene melalui Wakil rektor (Warek) 1 Unutara, Sunaidin Ode Mulae dalam sambutannya mengatakan launching dan bedah buku ini secara khusus memberikan berbagai informasi mengenai kebahasaan, sastra, dan budaya lokal yang sarat dengan nilai-nilai filosofisnya.
“Hal ini juga dapat disebarluaskan nilainya untuk bisa diwariskan kepada masyarakat terutama generasi mudanya yang sudah berada dalam cengkaraman budaya global” ucap Warek 1 saat membuka kegiatan, Sabtu (4/2/2023) kemarin.
Sementara, Ketua Progam Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Khairun Ternate, Jainul Yusup menyampaikan launching dan beda buku tersebut sebanyak empat buku.
“Masing-masing buku pertama potret sejarah Maluku Utara pada aktivitas agraris abad 20, dengan penulis Pheres Sunu Widjayengrono dan Jainul Yusup, buku kedua kehidupan bangsawan kedaton Ternate abad 19-20, penulis Jainul Yusup, buku ketiga jejak historis kain adat sahu penulis Profesor Liontene Visser dari Belanda bersama Pheres Sunu Widjayengrono dalam dua bahasa, Inggris-Indonesia dan buku keempat perjalanan sejarah Maluku Utara terjemahan oleh Noerfitriyani dan tim Prodi Sejarah Unkhair,” sebut Jainul.
Senada disampaikan bendahara LSM Tabea Sartika Hirto. Dia bilang, bedah buku sangat bermanfaat di tengah antusiasme audience yang sebagian besar merupakan mahasiswa Unkhair dan Unutara juga kampus-kampus lainnya.
“Salah satu hal yang digaris bawahi oleh panelis sebagai pembedah adalah minimnya kajian Maluku Utara yang sesungguhnya mengaburkan fakta-fakta dan pengetahuan historis dan budaya Maluku Utara di masa lalu,” tutur Sartika.
Kajian-kajian historis, kata Sartika, masih cukup jarang melihat periode penjajahan Belanda yang seolah-olah merupakan periode kosong dan terlupakan.
“Hal ini merupakan suatu one piece atau satu potongan yang tenggelam. Padahal wilayah Maluku utara pada masa itu telah dihuni oleh penduduk yang merupakan pendahulu-pendahulu dari penduduk asal Maluku Utara,” terangnya.
Selain itu, Wahyuni Hirto Bendahara LSM Puskasera Maluku Utara menuturkan launching dan bedah buku diakhiri dengan pembagian buku gratis.
“Pembagian buku gratis bukan hanya disini saja. Di semua Kabupaten Kota di Maluku Utara juga demikian terutama di seluruh kantor kearsipan dan perpustakaan daerah, SMA dan SMP” tandasnya. (Red/tim)*