Oleh : Muhammad Syukur Mandar
(Ketua Gerakan Golkar Baru)
Saya mengagumi sosok Akbar Tandjung dan Aburizal Bakrie (AT dan ARB) ketika memimpin Golkar. AT dan ARB sosok Ketua Umum Golkar yang mumpuni, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Tetapi yang membuat saya salut adalah kemampuan konsolidasikan Golkar ke berbagai Daerah giat dilakukan keduanya.
Catatan pentingnya adalah, AT mampu membuat Golkar menang pemilu 2004, meskipun AT saya sebut jadikan dirinya sendiri sebagai tumbal Golkar, AT gelar konvensi untuk selamatkan Golkar dari serangan publik, upaya pembubaran Golkar. Kemudian AT pun kalah dikonvensi Golkar kala itu, disitu hebatnya AT, korbankan diri dan keinginannya demi kejayaan Golkar.
Sementara ARB, konsolidasi kelembagaan dilakukan rutin, selain juga konsolidasi Golkar disemua level. ARB gelar seminar diberbagai tempat, libatkan para pakar dan ilmuan untuk menggagas visi indonesia 2045, gagasan dan impian besar ARB sebagai Capres Golkar kala itu.
Toh ARB pun kandas, capres bahkan cawapres pun gagal. Sejumlah pengamat menyatakan bahwa ARB terganjal skandal lapindo yang membuat elektabilitasnya ARB rendah sehingga sulit dicalonkan dan ataupun dipasangkan.
Lalu bagaimana dengan Capres Golkar Airlangga Hartarto (AH) ?. Apa yang sudah dilakukannya ? visi apa yang di usung AH ?, apakah AH rutin konsolidasi ke daerah ? Bagaimana elektabilitasnya ? dan akankah AH jadi Capres dan atau adakah Capres yang bersedia menjadikan AH sebagai cawapres atau memilihnya menjadi wapresnya ?
Dari semua pertanyaan tersebut diatas, saya menyebutnya tidak akan dan Sulit bagi saya, AH jadi Capres dan juga akan sulit juga AH jadi Cawapres !. Jawaban dan simulasi saya soal posisi AH ditulisan ini punya resening politik yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan secara politik.
Ayo buatlah gerakan Golkar baru, Golkar go publik, Golkar yang demokratis, terbuka dan dicintai publik. Tulisan saya ini akan jadi saksi sejarah, karena akan jadi fakta disaat pemilu 2024 Golkar akan jadi boneka Pilpres.
Bagi saya AH tidak potensial dan kecil peluang dicalonkan dan mencalonkan. AH efek pada Golkar sentimennya negatif, itu problem serius bagi Golkar saat ini.
Pertanyaan sederhana saja bagi saya, tegline kerja untuk indonesia, terpampang di papan bilboard/spanduk/baliho, bergambar AH, sejauh mana pengaruhnya, apakah dapat melahirkan efek positif. Sama sekali tidak, selain cara kerja politik AH yang paksakan kader Golkar untuk pasangkan atribut kampanye itu, dalam kapasitas AH sebagai Menkolah menjadi problem.
Posisi dan kapasitas AH di publik hari ini tidak diuntungkan, bukan karena AH tidak baik, AH orang baik, tetapi tidak untuk dicapreskan, AH diduga publik terlibat berbagai skandal, mulai dari skandal kartu prakerja, pandora paper, dan lain lain.
Semua itu menyimpan kecurigaan publik. Sehingga sulit diterima dan bagi publik AH bukan Tokoh yang di idolakan, AH idola bagi pendukung dan timsesnya.
Survei litbang kompas 10 besar nama nama tokoh potensial capres/cawapres tanpa AH. Bagi saya bukan barang baru, itulah faktanya, bahkan bukan sekedar itu, berbagai survei lainnya juga menempatkan angka AH di survei hanya berkisar 1,2 %, paling tinggi 1,6%.
Meskipun ada survei tandingan/buatan yang berusaha mendongkrat papularitas dan elektabilitas AH, tetapi saya yakin AH akan kandas jadi Capres bahkan juga Cawapres dipilpres 2024. Karena faktornya di figur AH bukan pada Golkar.
Dalam konteks itulah saya sebut Golkar akan jadi boneka pemilu presiden 2024. Karena itu hemat saya, jalan tengah untuk selamatkan Golkar adalah gelar konvensi Capres melibatkan tokoh papuler dan elektabilitas tinggi. Dengan konvensi Golkar, Golkar saya yakin akan selamat dan bahkan potensial menang pemilu 2024, Golkar pun tidak akan menjadi boneka pemilu. Ini solusi terbaik untuk Golkar.
[Ilham]