JAKARTA – Ketua PB – Formalut Reza A Sadik tantang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto ungkap dugaan Kasus penyimpangan pernyataan modal Pemerintah Kota Ternate kepada PT. BPRS Ternate Bahari Berkesan
Berdasarkan hasil audit BPKP Provinsi Maluku Utara No. PE.03.03/SR-1016/PW33/5/2022 menyebutkan, potensi penyalahgunaan anggaran sebesar Rp 22,85 miliar, dengan indikasi kerugian negara mencapai Rp 7 miliar. Salah satu temuan utama adalah dugaan penyimpangan penyertaan modal Pemkot Ternate kepada PT BPRS Ternate Bahari Berkesan (BUMD), M. Tauhid Soleman, yang kini menjabat sebagai Wali Kota Ternate, pernah menjadi komisaris di tiga BUMD selama periode 2015-2019. ungkap Reza A Sadik Rabu (19/02/2025) di Jakarta.
Menurutnya, dugaan korupsi ini diperkuat dengan tidak tercatatnya penyertaan modal Pemkot Ternate dalam laporan keuangan BPRS TBB, yang berpotensi melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.
Selain itu, kata Reza, dugaan penerimaan gaji sebesar Rp 180 juta yang tidak jelas dasar hukumnya juga harus diselidiki KPK, yang dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang atau konflik kepentingan.
” Melalui kajian spesifik dalam hipotesa dugaan korupsi ini diduga kuat terdapat pelanggaran prinsip transparansi dan akuntabilitas.berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara. Keuangan negara harus dikelola secara tertib, transparan, dan akuntabel. Jika benar penyertaan modal tidak tercatat dalam laporan keuangan, maka ada indikasi penyimpangan yang dapat masuk dalam kategori fraud atau manipulasi laporan keuangan, bahkan bisa dikatakan ada penyalahgunaan wewenang dan dugaan penggelapan dana,” jelasnya.
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, setiap pejabat yang menggunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, yang mengakibatkan kerugian negara, dapat dijerat hukum.
Jika benar M. Tauhid Soleman menerima gaji yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas, maka ini berpotensi masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang sesuai Pasal 3 UU Tipikor, tegas Reza.
Konflik Kepentingan dalam Pengelolaan BUMD, Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, BUMD harus menerapkan Good Corporate Governance (GCG), termasuk mencegah adanya konflik kepentingan dalam pengelolaan keuangan.
Jika benar ada penyalahgunaan jabatan dalam penyertaan modal dan pencairan dana tanpa prosedur yang jelas, maka ini berpotensi masuk dalam maladministrasi dan penyimpangan keuangan negara.
Tanggung Jawab Hukum Direksi dan Komisaris BUMD, Berdasarkan PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD, direksi dan komisaris BUMD bertanggung jawab atas setiap kerugian perusahaan akibat tindakan melawan hukum.
Bila ditemukan bukti bahwa penyetoran modal yang tidak tercatat menguntungkan pihak tertentu, maka direksi dan komisaris yang terlibat bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.
Reza juga men3gaskan, Pemeriksaan dan Penyidikan oleh KPK suda harus dilakukan KPK, Sebab Hasil audit BPKP dapat dijadikan dasar awal penyelidikan oleh KPK, paling tidak memanggil semua pihak yang terlibat, termasuk M. Tauhid Soleman untuk memastikan apakah ada unsur kesengajaan dalam penghilangan catatan keuangan yang berpotensi sebagai modus operandi korupsi.
” Kita akan Konferensi pers di Jakarta Timur untuk membuka temuan dugaan korupsi ke publik dan dalam waktu dekat di bulan Februari 2025 ini wajib menyuarakan ke KPK, agenda demonstrasi kita jadikan tempat jalanya mengontrol pemerintah Kota ternate.”
Tuntutan :
1. Mendesak Ketua KPK yang baru yakni Setyo Budiyanto segera panggil M. Tauhid Soleman sebagai pihak yang diduga terlibat.
2. Meminta KPK lakukan pengusutan aliran suntikan penyertaan modal investasi pada Ternate Bahari Berkesan, agar mengetahui apakah ada keterlibatan oknum lain dalam penyalahgunaan keuangan daerah atau tidak.
3. Meminta KPK untuk segera melakukan penyitaan dokumen keuangan BUMD terkait guna mengamankan bukti lebih lanjut.
Berdasarkan audit BPKP yang menjadi indikator kajian spesifik , indikasi dugaan korupsi dalam kasus ini cukup kuat, baik dari sisi penyalahgunaan wewenang, dugaan manipulasi keuangan, maupun potensi konflik kepentingan. Oleh karena itu, KPK harus segera bertindak, tidak boleh ada semacam pembiaran terhadap kasus ini, sebab akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah. (*)