HALSEL – Akademisi Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Doktor Muamil Sunan, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), segera memeriksa sejumlah proyek jalan dan jembatan di Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Maluku Utara, yang diduga sarat korupsi baik dari sisi pelaksanaan maupun kualitas pekerjaan.
Menurut Muamil, dugaan penyimpangan itu bukan lagi insidental, melainkan sudah menjadi pola sistemik yang menunjukan lemahnya pengawasan internal Kementerian PUPR, khususnya di wilayah Maluku Utara yang kini dipimpin oleh Kepala BPJN Malut Nhavy A. Umasangadji
“Negara sudah mengeluarkan anggaran besar untuk pembangunan infrastruktur, tapi hasilnya banyak yang cepat rusak. Ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi bisa masuk kategori penyalahgunaan anggaran negara. KPK, BPK, dan Kejaksaan Agung harus memeriksa seluruh proyek, termasuk peran Kepala BPJN Malut saat ini Navi A. Umasangadji dan mantan Kepala BPJN Herdianto Arifin,” tegas Muamil, Rabu (810/2025).
Proyek yang disorot diantaranya, pembangunan jalan dan penahan tebing ruas Ekor–Subaim di Kabupaten Halmahera Timur senilai Rp,48 miliar tahun 2024, yang dikerjakan PT Buli Bangun di bawah Satker Wilayah I BPJN Malut dengan PPK 1.3 Rifani Harun, ST, MT.
Baru rampung akhir 2024, jalan tersebut kini rusak parah di sejumlah titik dan mengalami longsor. Publik menduga ada kesalahan teknis serta lemahnya pengawasan pelaksana.
Kasus serupa juga terjadi pada proyek penggantian Jembatan Sagea Patani di Halmahera Tengah senilai Rp29 miliar, dikerjakan PT Karya Usaha Mandiri Utama di bawah PPK 2.2 Yusep Lingga Suproni, ST, MT. Proyek ini menuai kritik karena papan proyek tidak mencantumkan nomor dan tanggal kontrak, bertentangan dengan aturan keterbukaan informasi publik. Proyek itu juga sempat terlambat dan memicu protes warga.
Tak kalah mencolok, proyek preservasi jalan Sowali Sakakube, di Halmahera Timur, senilai Rp14 miliar juga menjadi sorotan public. Berdasarkan dokumen kontrak HK.0201.Bb32.5.3/2024/PKT.03 tertanggal 20 November 2024, proyek ini dikerjakan PT Sinar Putra Pratama di bawah tanggung jawab PPK Rifani Harun dan Kepala Satker Wilayah I Muhammad Ulwan Talaohu.
Selain itu, proyek Jembatan Ake Tiabo di Halmahera Utara tahun 2022 dengan pagu Rp20,4 miliar sempat diselidiki Kejati Maluku Utara karena diduga terjadi ketidaksesuaian antara progres fisik dan realisasi anggaran.
Proyek swakelola jalan nasional di Kota Tidore tahun 2022 juga pernah diperiksa lantaran dugaan penyimpangan anggaran oleh pejabat pelaksana lapangan.
Tak berhenti di situ, Jembatan Sungai Kali Butu senilai Rp16,5 miliar, dengan kontrak bertanggal 20 Desember 2024, ikut menuai tanda tanya publik karena ditandatangani menjelang penutupan tahun anggaran dan progres fisiknya minim.
“Kalau proyek baru beberapa bulan selesai sudah ambruk, itu bukan hal sepele. Ada dugaan kuat kesengajaan dan pelanggaran prosedur. KPK, BPK, dan Kejaksaan Agung harus memeriksa seluruh dokumen kontrak, laporan progres, dan realisasi anggaran, termasuk peran Navi A. Umasangadji dan Togap Harianto Manik yang memimpin BPJN Malut secara berurutan,” ujar Muamil menegaskan.
Ia juga meminta Kementerian PUPR segera melakukan audit menyeluruh terhadap BPJN Maluku Utara, termasuk mengevaluasi tanggung jawab Kepala BPJN aktif dan mantan pejabat sebelumnya, agar tidak ada lagi praktik pembiaran dalam proyek infrastruktur nasional di daerah.
“Sudah saatnya pemerintah pusat bertindak. Jangan biarkan uang rakyat terus dikorupsi lewat proyek infrastruktur yang hanya bertahan beberapa bulan. KPK, BPK, dan Kejaksaan Agung harus memeriksa Kepala BPJN Malut Navi A. Umasangadji serta mantan Kepala BPJN Herdianto Arifin, karena keduanya memegang tanggung jawab atas sederet proyek yang kini disorot publik,” pungkas Muamil.